Selasa, 16 September 2008

ASDOM + NARKOBA (3-Tamat)


Setelah berlelah2 mencari alamat rumah si Ilyan, akhirnya gue dapet juga keluarga si Ilyan. Dasar......... udah jadi budak narkoba! Minta alamatnya susah bener yak?! Gue udah 2 kali dibohongin, untung gue ngak bego2 amat untuk langsung percaya. Alamat pertama dia kasih di daerah Dramaga/Dermaga - Bogor dekat kampus IPB. Anehnya gue langsung curiga, jangan2 ini mah tempat 'para teman2 setannya berkumpul'. Langsung aja gue gertak, tapi masih juga berkelit mencari2 alasan untuk tidak memberitahukan alamat rumahnya. Alasan yang dipakainya ialah karena takut ketahuan orang tuanya. Hohoho......justru orang tuanya dong yang nomor satu kudu diberitahu. Kali kedua adalah ketika Ilyan memberikan nomor2 telpon yang ternyata udah tulalit. Idiiiiiiih kalo ngak karena Tuhan dan ingat saat2 si Ilyan minta tolong, gue mungkin udah menyerah ngkali. Akhirnya dengan kekuatan doa dan kerjasama yang baik dengan mas Yanto dan Hj. Endang dari pesantren 'Nurul Jannah' akhirnya Ilyan menyerah.

3 hari kemudian, setelah gue mencari2 waktu yang tepat dan setelah berdebat dengan suami gue yang tercinta (laki gue yang tercinta akhirnya mengakui bahwa dia sebenernya ngak rela gue berlelah2 ngurusin si Ilyan, selain karena kerjaan gue sebagai ibu rumah tangga takut terbengkalai secara finansial juga keluarga gue lagi kudu hemat luar dalam --- cerita ini akan gue kupas tersendiri nanti), gue dengan kak Tikus Mondok atau biasa dipanggil T'Mon (dia adalah sahabat gue lahir batin) dan Keke (gadis manis yang sedang dalam 'asuhan' gue --- cerita ini akan gue kupas tersendiri lagi nanti) bersama2 sejak jam 8 pagi bersiap2 mencari alamat rumah Ilyan yang ternyata ada di desa Ciasmara, +/- 20 km dari Dermaga. Jauh? BANGET!!!! Kira2 ada ngkali 3-4 jam dari Jakarta. Masuk ke pedalaman Bogor. Jalanannya walaupun udah pada di aspal tapi pada ompong2 jadi ada di beberapa titik gue kudu mengalah demi angkot bisa lewat tanpa harus membuat para penumpang menjerit2 ketakutan. Pemandangan? Benar2 menghibur. Udara masih bersih dan dingin. Gue sampai mematikan AC mobil karena udara cukup sejuk (padahal sih maksudnya supaya bisa hemat bensin gitu loh, hehehehe).

Walaupun selama perjalanan terasa nyaman dan santai namun sebenernya dalam hati gue dag dig dug ngak karuan rasanya. Gue bingung mau ngomong apa. Ini perasaan gue:

1. "Gue udah janji untuk tidak memberitahukan orang tua Ilyan mengenai keadaan si Ilyan, tapi sekarang gue koq malah mencari orang tua/keluarga si Ilyan yah? Inikah yang dinamakan mengkhianati?"
2. "Tenang.......tenang....... gue sudah melakukan apa yang benar. Dalam kasus2 seperti ini menolong nyawa lebih penting daripada hanya sekedar menjaga nama baik".
3. "Gimana yah orang tua si Ilyan nanti? Kalau ada yang sakit jantung/pingsan gue bisa repot"
4. "Jangan2 ini alamat palsu".

Wah...pokoknya gundah gulana dah judulnya.

Sesampainya kita disana. Semua ternyata lancar2 saja. Alamat langsung didapat bahkan ada orang yang langsung mengantarkan kita ke tempat kakaknya. Kakaknya yang bernama Santi tidak percaya dengan penjelasan gue bahkan seluruh kampung sampai pada ngeriung di depan rumah Santi untuk mendengarkan sendiri kebenaran cerita Ilyan. Akhirnya setelah berbicara selama 1 jam lebih, kita pamit minta diri. Santi berjanji untuk datang ke Jakarta melihat sendiri adiknya yang sedang dirawat di Cikarang pada hari minggunya.

Hari Minggu, gue dan T'Mon menjemput Santi dan Ichsan, suaminya, plus Ferry, anaknya yang masih berumur 4 tahun di stasiun Djuanda. Dari sana kita langsung menuju Cikarang. Oh Tuhan........ ternyata Cikarang jauh pun! Udara panas, debu terbang kemana2 dan teriknya matahari itu loh yang bikin mata cepet capek. Ngomong2 gue nyetir sendiri pula, soalnya si T'Mon kagak bisa nyetir. Akhirnya setelah 3 jam (gue nyasar jek), kita sampai di pesantren Nurul Jannah.

Pesantrennya sih kecil namun asri. Pak Hj. Endang adalah seorang bapak yang berkharisma. Kebaikan hatinya benar2 terpancar dari wajahnya, pembawaanya lucu, santai namun berwibawa. Nurul Jannah ternyata salah satu dari pesantren terbaik yang diakui oleh BKKBN sebagai tempat rehab alternatif selain Abah Anom. Pasiennya banyak dan beragam. Ada yang sakit HIV - Aids, kanker otak, kecanduan narkoba alias sakaw berat dan syaraf terganggu. Namun semua penyakit ini biasanya dicetus oleh kecanduan narkoba.

Ilyan yang sudah dirawat disana selama sebulan lebih terlihat lebih gemuk sedikit, putih, cantik dan manis dengan jilbabnya. Bener2 ngak kelihatan sebagai pencandu narkoba lah pokoknya. Hati gue sampai berbunga2 penuh syukur melihat perkembangan Ilyan. Oh Yesus, Kau benar2 menjawab doaku. Ilyan menyambut rombonganku dengan malu2 dan airmata bahagia. Keluarga Ilyan langsung masuk ke kamar Ilyan untuk pembicaraan dari hati ke hati, sedangkan gue dan T'Mon sibuk makan di luar bareng pak Hj. Endang yang cerah ceria (kebetulan hari itu adalah hari pengajian bersama, makanya ada acara makan2 bersamanya).

Setelah puas bertangis2an, Santi langsung diajak berbicara oleh pak Haji mengenai Ilyan. Pak Haji memerlukan persetujuan dari keluarga Ilyan jika Ilyan ingin terus dirawat di tempat itu. Anehnya, mereka menolak. Gue sampai bingung dengan cara berpikir mereka. Padahal boleh dikatakan si Ilyan mendapatkan perawatan gratis jika ia tetap disana. Lagipula pesantren ini udah berpengalaman dan mempunyai sarana menghadapi pecandu narkoba bahkan yang sudah tertular HIV Aids. Dan sebenernya, untuk dapat dikatakan sembuh diperlukan waktu 6 bulan sampai 1 tahun masa rehab. Lah ini baru sebulan lebih, koq keluarganya udah minta dibawa pulang? Emangnya mereka bisa dan sanggup ngurusin si Ilyan? Apalagi si Ilyan khan ada resiko penyakit Hepatitis dan HIV-Aids. Menurut Santi dan Ichsan, Ilyan akan mereka masukan ke pesantren terdekat dan akan mereka jaga supaya tidak keluar kemana2. Hah?!!! Segampang itukah solusinya? Jika segampang itu tempat rehab ngak perlu lagi dong? Gue sampai geleng2 kepala. Ilyannya sendiri mau pulang atau enggak? jelas dia minta pulang dong. Ngapain juga tinggal di pesantren yang seperti penjara (ini sih kata Ilyan sendiri), khan lebih enak tinggal di rumah.

Dengan keukeuh surekeuh merekeuh, keluarga Ilyan memaksa Ilyan untuk dibawa pulang. Ya udah..... dengan terpaksa (padahal pak Haji udah susah payah merayu, membujuk bahkan sampai agak2 memaksa --- doi sampai ngeluarin surat2 kepercayaan dari kepolisian dan buku2 bergambar tentang penyakit Aids, agar Ilyan mau dirawat disana) pak Haji dan gue merelakan Ilyan dibawa pulang keluarganya. Kecewa? Anehnya koq ngak juga ya.......pokoknya gue, Reki, bu Ince, T'Mon, Yanto, Haji Endang dan teman2 MP (yang udah bantu doa dan semampunya) udah berusaha sekuat mungkin untuk menyelamatkan Ilyan. Masalah si Ilyan mau sembuh atau tidak, itu semua adalah rencana yang maha kuasa. Mungkin saja, Ilyan memang sudah kapok dan sembuh namun mungkin juga Tuhan mau pakai orang lain untuk menyembuhkan si Ilyan ini. Whatever it is, we've tried our best! Gue rela.

Buat teman2 MP yang pengen tahu pesantren Nurul Jannah ini alamatnya: Jl. Swadaya 10, Cikarang (dekat markas tentara samping stadion mini). Mudah2an info ini bisa berguna untuk para MPers yang memerlukan bantuan tempat rehab.

Catatan:

* Pesantren ini BUKAN tempat berobat secara jasmani namun secara rohani saja. Disini adalah tempat rehab khusus untuk pecandu narkoba yang ingin bertobat namun sulit atau tidak tahu bagaimana caranya untuk berhenti padahal kepengen berhenti.
* Sekarang tempat ini sudah tidak menerima pasien perempuan. Ilyan adalah pasien perempuan yang terakhir disini.
* Cerita ini merupakan sambungan dari jurnal gue yang judulnya "Ada seekor ular berbisa di bawah kasur gue selama 3 bulan dan gue ngak tahu!" dan "Ada seekor ular berbisa di bawah kasur gue selama 3 bulan dan gue ngak tahu!"

LINK postingan cerita ini di:
http://omotusair.multiply.com/journal/item/49
http://omotusair.multiply.com/journal/item/46
http://omotusair.multiply.com/journal/item/47


*Terima kasih atas kebaikan hatinya memberi link ceritanya*

Tidak ada komentar: